Jumat, 10 Mei 2013

Robert N. Bellah: Religi Tokugawa



Bellah mencoba mengamati apa kaitan yang terjadi antara agama Tokugawa dengan pembangunan ekonomi Jepang. Lebih khusus lagi Bellah mengkaji apa sumbangan  yang diberikan oleh agama Tokugawa terhadap cepatnya laju pembangunan Jepang, dan bagaimana sumbangan itu diwujudkan. Awal gelombang industrialisasi di Jepang pada akhir abad ke-19 tidak dimulai dari langkah kaum industriawan, pengrajin dan pedagang, melainkan oleh kelas samurai.
Mengikuti arah penelitian Weber, Bellah tertarik menguji ada tidaknya keterlibatan agama dalam kasus Jepang. Apakah ada satu analogi fungsional dari etik Protestan dalam agama Jepang yang menimbulkan lahirnya masyarakat industri modern Jepang sekarang ini.
Dalam kenyataan, sekalipun di Jepang terdapat sejumlah agama, termasuk di dalamnya Konfusianisme, Budhisme, dan Shinto, namun agama-agama tersebut dapat dilihat sebagai suatu entitas karena agama tersebut telah saling bercampur dan mempengaruhi, bahwa agama Jepang mampu membentuk nilai-nilai dasar masyarakat Jepang.
Bellah menemukan tiga kemungkinan keterkaitan antara agama dan pembangunan ekonomi Jepang. Pertama agama secara langsung mempengaruhi etika ekonomi, kedua pengaruh agama terhdap ekonomi terjadi melalui pranata politik, dan ketiga pengaruh agama terjadi melalui pranata keluarga.
1.      Pengaruh agama terhadap pembangunan ekonomi
Shinsu  sebagai salah satu sekte agama Budha yang dikaji oleh Bellah menekankan pada pentingnya keselamatan yang lebih didasarkan pada keyakinan saja, dan hanya sedikit memberikan perhatian  pada tuntutan etika, sehingga setiap manusia akan memperoleh keselamatan walaupun dia jahat sekalipun. Namun pada pertengahan masa Tokugawa keselamatan dan etika menjadi terkait mutlak dan tidak dapat dibedakan sama sekali apalagi dipisahkan, sehingga yang memperoleh keselamatan hanyalah mereka yang menerapkan etika secara baik. Bellah melihat ada tiga karakteristik pokok dari ajaran dan tuntutan persyaratan etika yakni. Pertama, bekerja secara tekun dan bersungguh2, Kedua, memiliki sikap pertapa dan hemat dalam konsumsi barang, dan Ketiga usaha keras mengumpulkan keuntungan yang diperoleh dari usaha2 yang normal.
2.      Pengaruh agama melalui pranata politik
Konfusianisme mengambil dan memiliki makna yang lebih menekankan pada pentingnya subordinasi tanpa pamrih dan total dari seluruh bagian masyarakat untuk kepentingan satu kolektivitas secara keseluruhan. Ini dapat dilihat dalam etika kelas samurai yang memiliki tugas dan tanggung jawab tanpa batas kepada raja.
Restorasi Meiji yang dilakukan oleh kelas samurai  lebih bersifat “politis” ketimbang “ekonoms”.  Kepentingan samurai lebih diarahkan untuk peningkatan kekuasaan. Sehingga kelas samurai yang gigih tidak saja bertujuan untuk mengumpulkan kekayaan, akan tetapi lebih merupakan wajah pengabdian mereka kepada negara yang dilakukan melalui pembangunan ekonomi.
3.      Pengaruh Agama Melalui Pranata Keluarga.
Pemahaman etika untuk mengabdi tanpa batas tidak hanya berlaku dalam lingkup negara melainkan juga untuk mengatur rumah tangga pedagang. Untuk menaikkan, memenuhi dan menjaga harga diri keluarga dan kewajiban sakral lainnya, sikap dan tingkah laku sombong, malas, dan tidak jujur dianggap sebagai tingkah laku terkutuk. Seseorang tidak boleh mengurangi dan atau menjatuhkan nama  baik kelurga  atau menghancurkan usaha keluarga, karena ini akan menimbulkan rasa malu luar biasa bagi nenek moyangnya.

1 komentar: