Bellah mencoba mengamati apa kaitan
yang terjadi antara agama Tokugawa dengan pembangunan
ekonomi Jepang. Lebih
khusus lagi Bellah mengkaji apa sumbangan
yang diberikan oleh agama Tokugawa terhadap cepatnya laju pembangunan
Jepang, dan bagaimana sumbangan itu diwujudkan. Awal gelombang industrialisasi di Jepang pada akhir abad
ke-19 tidak
dimulai dari langkah kaum industriawan, pengrajin dan pedagang, melainkan oleh
kelas samurai.
Mengikuti arah penelitian Weber, Bellah tertarik menguji
ada tidaknya keterlibatan agama dalam kasus Jepang. Apakah ada satu analogi
fungsional dari etik Protestan dalam agama Jepang yang menimbulkan lahirnya
masyarakat industri modern Jepang sekarang ini.
Dalam kenyataan, sekalipun di Jepang terdapat sejumlah
agama, termasuk di dalamnya Konfusianisme, Budhisme, dan Shinto, namun
agama-agama tersebut dapat dilihat sebagai suatu entitas karena agama tersebut
telah saling bercampur dan mempengaruhi,
bahwa agama Jepang mampu membentuk nilai-nilai dasar
masyarakat Jepang.
Bellah menemukan tiga kemungkinan keterkaitan antara
agama dan pembangunan ekonomi Jepang. Pertama agama secara langsung
mempengaruhi etika ekonomi, kedua pengaruh agama terhdap ekonomi terjadi
melalui pranata politik, dan ketiga pengaruh agama terjadi melalui
pranata keluarga.
1. Pengaruh
agama terhadap pembangunan ekonomi
Shinsu sebagai salah satu sekte agama Budha yang
dikaji oleh Bellah menekankan pada pentingnya keselamatan yang lebih didasarkan
pada keyakinan saja, dan hanya sedikit memberikan perhatian pada tuntutan etika, sehingga setiap manusia
akan memperoleh keselamatan walaupun dia jahat sekalipun. Namun pada
pertengahan masa Tokugawa keselamatan dan etika menjadi terkait mutlak dan
tidak dapat dibedakan sama sekali apalagi dipisahkan, sehingga yang memperoleh
keselamatan hanyalah mereka yang menerapkan etika secara baik.
Bellah melihat ada tiga karakteristik pokok dari ajaran
dan tuntutan persyaratan etika yakni. Pertama, bekerja secara tekun dan
bersungguh2, Kedua, memiliki sikap pertapa dan hemat dalam konsumsi barang, dan
Ketiga usaha keras mengumpulkan keuntungan yang diperoleh dari usaha2 yang
normal.
2. Pengaruh
agama melalui pranata politik
Konfusianisme mengambil dan memiliki makna yang lebih
menekankan pada pentingnya subordinasi tanpa pamrih dan total dari seluruh
bagian masyarakat untuk kepentingan satu kolektivitas secara keseluruhan. Ini
dapat dilihat dalam etika kelas samurai yang memiliki tugas dan tanggung jawab
tanpa batas kepada raja.
Restorasi Meiji yang dilakukan oleh kelas samurai lebih bersifat “politis” ketimbang
“ekonoms”. Kepentingan samurai lebih
diarahkan untuk peningkatan kekuasaan. Sehingga kelas samurai yang gigih tidak
saja bertujuan untuk mengumpulkan kekayaan, akan tetapi lebih merupakan wajah
pengabdian mereka kepada negara yang dilakukan melalui pembangunan ekonomi.
3. Pengaruh
Agama Melalui Pranata Keluarga.
Pemahaman etika untuk mengabdi tanpa batas tidak hanya
berlaku dalam lingkup negara melainkan juga untuk mengatur rumah tangga
pedagang. Untuk menaikkan, memenuhi dan menjaga harga diri keluarga dan
kewajiban sakral lainnya, sikap dan tingkah laku sombong, malas, dan tidak
jujur dianggap sebagai tingkah laku terkutuk. Seseorang tidak boleh mengurangi
dan atau menjatuhkan nama baik
kelurga atau menghancurkan usaha
keluarga, karena ini akan menimbulkan rasa malu luar biasa bagi nenek
moyangnya.
mari debat tokugawa di ruang A 1 5.. hahah
BalasHapus