Makalah Sistem Hukum
Indonesia
TINDAK PIDANA KORUPSI
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
Denny Pratama Putra
110905019
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Departemen Antropologi Sosial
Universitas Sumatera Utara
2013
BAB I. PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Perkembangan peradaban dunia semakin sehari
seakan-akan berlari menuju modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa
perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak lebih nyata. Seiring dengan itu
pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan jaman dan
bertransformasi dalam bentuk-bentuk yang semakin canggih dan beranekaragam.
Kejahatan dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan senantiasa turut
mengikutinya. Kejahatan masa kini memang tidak lagi selalu menggunakan
cara-cara lama yang telah terjadi selama bertahun-tahun seiring dengan
perjalanan usia bumi ini. Bisa kita lihat contohnya seperti, kejahatan dunia
maya (cybercrime), tindak pidana pencucian uang (money laundering), tindak
pidana korupsi dan tindak pidana lainnya.
Salah satu tindak pidana yang menjadi musuh
seluruh bangsa di dunia ini. Sesungguhnya fenomena korupsi sudah ada di
masyarakat sejak lama, tetapi baru menarik perhatian dunia sejak perang dunia
kedua berakhir. Di Indonesia sendiri fenomena korupsi ini sudah ada sejak Indonesia
belum merdeka. Salah satu bukti yang menunjukkan bahwa korupsi sudah ada dalam
masyarakat Indonesia jaman penjajahan yaitu dengan adanya tradisi memberikan
upeti oleh beberapa golongan masyarakat kepada penguasa setempat.
Di Indonesia sendiri praktik korupsi sudah
sedemikian parah dan akut. Telah banyak gambaran tentang praktik korupsi yang
terekspos ke permukaan. Di negeri ini sendiri, korupsi sudah seperti sebuah
penyakit kanker ganas yang menjalar ke sel-sel organ publik, menjangkit ke
lembaga-lembaga tinggi Negara seperti legislatif, eksekutif dan yudikatif
hingga ke BUMN. Apalagi mengingat di akhir masa orde baru, korupsi hampir kita
temui dimana-mana. Mulai dari pejabat kecil hingga pejabat tinggi.Walaupun
demikian, peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang tindak
pidana korupsi sudah ada.
B.
PERUMUSAN MASALAH
1.
Apakah yang dimaksud dengan korupsi.
2.
Bagaimanakah tindak pidana dalam kasus korupsi di Indonesia.
BAB II. PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Korupsi berasal dari bahasa Latin
coruptio dan corruptus yang berarti kerusakan atau kebobrokan.
Dalam bahasa Yunani corruptio perbuatan yang tidak baik, buruk, curang,
dapat disuap,tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, melanggar norma-norma agama,
materil, mental, dan umum.
Korupsi dalam arti hukum, adalah
tingkah laku yang menguntungkan diri sendiri dengan merugikan orang lain, yang
dilakukan oleh penjabat pemerintah yang langsung melanggar batas-batas hukum.
Menurut perspektif hukum, pengertian korupsi
secara gamblang dijelaskan dalam 13 buah pasal dalam UU No.31 tahun 1999 yang
telah diubah menjadi UU No.20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan kedalam 30 bentuk
tindak pidana korupsi. Pasal-pasal
tersebut menjelaskan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan
sanksi pidana korupsi.
Korupsi adalah produk dari sikap hidup satu
kelompok masyarakar yang memakai uang sebagai standar kebenaran dan sebagai
suatu kekuasaan mutlak. Sebagai akibat korupsi ketimpangan antara si miskin dan
sikaya semakin kentara. Orang-orang kaya dan memiliki politisi korup bisa masuk
dalam golongan elite yang berkuasa dan sangat dihormati. Mereka juga memiliki
status sosial yang tinggi.
Korupsi menurut Dr. Kartini Kartono adalah
tingkah laku yang menggunakan jabatan dan wewenang guna mengeduk keuntungan
pribadi, merugikan kepentingan umum Dijabarkan pula oleh Dr. Sarlito W.
Sarwono, faktor seorang melakukan tindak korupsi adalah factor dorongan dalam
diri (keinginan, hasrat, kehendak) dan faktor rangsangan dari luar (kesempatan,
dorongan teman-teman, kurang kontrol, dan lain-lain).
Sebab-sebab terjadinya korupsi adalah sebagai
berikut :
- Gaji yang rendah, kurang sempurnanya peraturan perundang-undangan, administrasi yang lamban dan sebagainya.
- Warisan pemerintahan kolonial.
- Sikap mental pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara yang tidak halal, tidak ada kesadaran bernegara, tidak ada pengetahuan pada bidang pekerjaan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah.
Syeh Hussein Alatas,
dalam bukunya “The Sociology of Corruption” menyebutkan tipe korupsi dalam prakteknya meliputi ciri-ciri sebagai
berikut :
- Korupsi selalu melibatkan lebih dari satu orang.
- Korupsi pada umumnya dilakukan penuh kerahasiaan.
- Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik.
- Korupsi dengan bebagai macam akal berlindung dibalik pembenaran hukum.
- Mereka yang terlibat korupsi adalah yang menginginkan keputusan yang tegas dan mereka mampu mempengaruhi keputusan.
- Tindakan korupsi mengandung penipuan baik pada badan publik atau masyarakat umum.
- Setiap bentuk korupsi adalah suatu penghianatan kepercayaan.
- Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari mereka yang melakukan itu.
- Suatu perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas dan pertanggungjawaban dalam tatanan masyarakat
Menurut Prof. Moeljatno
S.H., Tindak Pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum,
larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi
barang siapa yang melanggar aturan tersebut.
Terdapat 3 (tiga) hal
yang perlu diperhatikan :
- Perbuatan pidana adalah perbuatan oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana.
- Larangan ditujukan kepada perbuatan (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidana ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.
- Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat, oleh karena antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu ada hubungan erat pula. “ Kejadian tidak dapat dilarang jika yang menimbulkan bukan orang, dan orang tidak dapat diancam pidana jika tidak karena kejadian yang ditimbulkan olehnya”.
Selanjutnya Moeljatno
membedakan dengan tegas dapat dipidananya perbuatan (die strafbaarheid van het
feit) dan dapat dipidananya orang (strafbaarheid van den person). Sejalan
dengan itu memisahkan pengertian perbuatan pidana (criminal act) dan
pertanggungjawaban pidana (criminal responsibility). Pandangan ini disebut
pandangan dualistis yang sering dihadapkan dengan pandangan monistis yang tidak
membedakan keduanya.
Menurut Simons, unsur-unsur tindak pidana (strafbaar
feit) adalah :
- Perbuatan manusia (positif atau negative, berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan).
- Diancam dengan pidana (statbaar gesteld)
- Melawan hukum (onrechtmatig)
- Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staand)
- Oleh orang yang mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatoaar person).
Simons juga menyebutkan adanya unsur obyektif
dan unsur subyektif dari tindak pidana.
B.
PENJATUHAN PIDANA DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KASUS KORUPSI DI INDONESIA
Berdasarkan ketentuan undang-undang nomor 31
Tahun 1999 undang-undang nomor 20 tahun 2001, jenis penjatuhan pidana yang
dapat dilakukan hakim terhadap terdakwa tindak pidana korupsi adalah sebagai
berikut.
1. Pidana Mati
Dapat dipidana mati karena kepada setiap orang
yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau
perekonomian Negara sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang
nomor 31 tahun 1999 jo Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan
tindak pidana korupsi, yang dilakukan dalam keadaan tertentu.
2. Pidana Penjara
Pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang secara
melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perkonomian Negara.
(Pasal 2 ayat 1)
Pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak satu Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian
Negara (Pasal 3)
Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun
dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling sedikit
Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
600.000.000,00 (enam ratus juta) bagi setiap orang yang dengan sengaja
mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan terhadap tersangka atau
terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi. (Pasal 21)
Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun
dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) bagi setiap orang sebagaimana dimaksud
dalam pasal 28, pasal 29, pasal 35, dan pasal 36.
3. Pidana Tambahan
Perampasan barang bergerak yang berwujud atau
yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang
diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana
dimana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang
menggantikan barang-barang tersebut.
Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya
sebanyak-banyaknya sama dengan harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.
Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan
untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun.
Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak
tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu yang telah
atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana.
Jika terpidana tidak membayar uang pengganti
paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan
dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta
benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka terpidana dengan pidana
penjara yang lamanya tidak memenuhi ancaman maksimum dari pidana pokoknya
sesuai ketentuan undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo undang-undang nomor 20
tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dan lamanya pidana
tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.
Terhadap Tindak Pidana yang dilakukan Oleh
atau Atas Nama Suatu Korporasi.
Pidana pokok yang dapat dijatuhkan adalah
pidana denda dengan ketentuan maksimal ditambah 1/3 (sepertiga). Penjatuhan
pidana ini melalui procedural ketentuan pasal 20 ayat (1)-(5) undang-undang 31
tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut:
·
Dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu
korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap
korporasi dan/atau pengurusnya.
·
Tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana
tersebut dilakukan oleh orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun
berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik
sendiri maupun bersama-sama.
·
Dalam hal ini tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi maka
korporasi tersebut diwakili oleh pengurus, kemudian pengurus tersebut dapat
diwakilkan kepada orang lain.
·
Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi menghadap sendiri
di pengadilan dan dapat pula memerintahkan supaya penguruh tersebut dibawa ke
siding pengadilan.
·
Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan
untuk menghadap dan menyerahkan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus
di tempat tinggal pengurus atau ditempat pengurus berkantor.
Unsur-unsur tindak pidana korupsi sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak
pidana korupsi adalah
·
Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi;
·
Perbuatan melawan hukum;
·
Merugikan keuangan Negara atau perekonomian;
·
Menyalahgunakan kekuasaan, kesempatan atas sarana yang ada padanya
karena jabatan dan kedudukannya dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau
orang lain.
C. DAMPAK YANG TERJADI AKIBAT KORUPSI DAN
UPAYA PENANGGULANGANNYA.
Akibat yang ditimbulkan
sebagai dampak dari korupsi yaitu
1. Pemborosan sumber-sumber,
modal yang lari, gangguan terhadap penanaman modal, terbuangnya keahlian,
bantuan yang lenyap.
2. Ketidakstabilan, revolusi
sosial, pengambilan alih kekuasaan oleh militer, menimbulkan ketimpangan sosial
budaya.
3. Pengurangan kemampuan
aparatur pemerintah, pengurangan kapasitas administrasi, hilangnya kewibawaan
administrasi.
Selanjutnya Mc Mullan
(1961) menyatakan bahwa akibat korupsi adalah ketidak efisienan, ketidakadilan,
rakyat tidak mempercayai pemerintah, memboroskan sumber-sumber negara, tidak
mendorong perusahaan untuk berusaha terutama perusahaan asing, ketidakstabilan
politik, pembatasan dalam kebijaksanaan pemerintah dan tidak represif.
Berdasarkan pendapat para
ahli di atas, maka dapat disimpulkan akibat-akibat korupsi diatas adalah sebagai
berikut :
1. Tata ekonomi seperti larinya
modal keluar negeri, gangguan terhadap perusahaan, gangguan penanaman modal.
2. Tata sosial budaya
seperti revolusi sosial, ketimpangan sosial.
3. Tata politik seperti
pengambil alihan kekuasaan, hilangnya bantuan luar negeri, hilangnya kewibawaan
pemerintah, ketidakstabilan politik.
4. Tata administrasi seperti
tidak efisien, kurangnya kemampuan administrasi, hilangnya keahlian, hilangnya
sumber-sumber negara, keterbatasan kebijaksanaan pemerintah, pengambilan
tindakan-tindakan represif.
Secara umum akibat
korupsi adalah merugikan negara dan merusak sendisendi kebersamaan serta
memperlambat tercapainya tujuan nasional seperti yang tercantum dalam Pembukaan
Undang-undang Dasar 1945.
Upaya penanggulangan
korupsi.
Korupsi tidak dapat
dibiarkan berjalan begitu saja kalau suatu negara ingin mencapai tujuannya,
karena kalau dibiarkan secara terus menerus, maka akan terbiasa dan menjadi
subur dan akan menimbulkan sikap mental pejabat yang selalu mencari jalan
pintas yang mudah dan menghalalkan segala cara (the end justifies the means).
Untuk itu, korupsi perlu ditanggulangi secara tuntas dan bertanggung jawab. Ada
beberapa upaya penggulangan korupsi yang ditawarkan para ahli yang
masing-masing memandang dari berbagai segi dan pandangan. Caiden (dalam Soerjono,
1980) memberikan langkah-langkah untuk menanggulangi korupsi sebagai berikut :
- Membenarkan transaksi yang dahulunya dilarang dengan menentukan sejumlah pembayaran tertentu.
- Membuat struktur baru yang mendasarkan bagaimana keputusan dibuat.
- Melakukan perubahan organisasi yang akan mempermudah masalah pengawasan dan pencegahan kekuasaan yang terpusat, rotasi penugasan, wewenang yang saling tindih organisasi yang sama, birokrasi yang saling bersaing, dan penunjukan instansi pengawas adalah saran-saran yang secara jelas diketemukan untuk mengurangi kesempatan korupsi.
- Bagaimana dorongan untuk korupsi dapat dikurangi ? dengan jalan meningkatkan ancaman.
- Korupsi adalah persoalan nilai. Nampaknya tidak mungkin keseluruhan korupsi dibatasi, tetapi memang harus ditekan seminimum mungkin, agar beban korupsi organisasional maupun korupsi sestimik tidak terlalu besar sekiranya ada sesuatu pembaharuan struktural, barangkali mungkin untuk mengurangi kesempatan dan dorongan untuk korupsi dengan adanya perubahan organisasi.
Cara yang diperkenalkan
oleh Caiden di atas membenarkan (legalized) tindakan yang semula dikategorikan
kedalam korupsi menjadi tindakan yang legal dengan adanya pungutan resmi. Di
lain pihak, celah-celah yang membuka untuk kesempatan korupsi harus segera
ditutup, begitu halnya dengan struktur organisasi haruslah membantu kearah
pencegahan korupsi, misalnya tanggung jawab pimpinan dalam pelaksanaan
pengawasan melekat, dengan tidak lupa meningkatkan ancaman hukuman kepada
pelaku-pelakunya.
Persoalan korupsi
beraneka ragam cara melihatnya, oleh karena itu cara pengkajiannya pun
bermacam-macam pula. Korupsi tidak cukup ditinjau dari segi deduktif saja,
melainkan perlu ditinaju dari segi induktifnya yaitu mulai melihat masalah
praktisnya (practical problems), juga harus dilihat apa yang menyebabkan
timbulnya korupsi.
Kartono (1983)
menyarankan penanggulangan korupsi sebagai berikut :
1.
Adanya kesadaran rakyat untuk ikut memikul tanggung jawab guna melakukan
partisipasi politik dan kontrol sosial, dengan bersifat acuh tak acuh.
2.
Menanamkan aspirasi nasional yang positif, yaitu mengutamakan kepentingan
nasional.
3.
Para pemimpin dan pejabat memberikan teladan, memberantas dan menindak korupsi.
4.
Adanya sanksi dan kekuatan untuk menindak, memberantas dan menghukum tindak
korupsi.
5.
Reorganisasi dan rasionalisasi dari organisasi pemerintah, melalui
penyederhanaan jumlah departemen, beserta jawatan dibawahnya.
6.
Adanya sistem penerimaan pegawai yang berdasarkan “achievement” dan bukan
berdasarkan sistem “ascription”.
7.
Adanya kebutuhan pegawai negeri yang non-politik demi kelancaran administrasi
pemerintah.
8.
Menciptakan aparatur pemerintah yang jujur.
9.
Sistem budget dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai tanggung jawab etis
tinggi, dibarengi sistem kontrol yang efisien.
10. Herregistrasi
(pencatatan ulang) terhadap kekayaan perorangan yang mencolok dengan pengenaan
pajak yang tinggi.
Marmosudjono (Kompas,
1989) mengatakan bahwa dalam menanggulangi korupsi, perlu
sanksi malu bagi koruptor yaitu dengan menayangkan wajah para koruptor di
televisi karena menurutnya masuk penjara tidak dianggap sebagai hal yang
memalukan lagi.
Berdasarkan pendapat para
ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa upaya penanggulangan korupsi adalah
sebagai berikut :
a.
Preventif.
1.
Membangun dan menyebarkan etos pejabat dan pegawai baik di instansi pemerintah
maupun swasta tentang pemisahan yang jelas dan tajam antara milik pribadi dan
milik perusahaan atau milik negara.
2.
mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji) bagi pejabat dan pegawai negeri
sesuai dengan kemajuan ekonomi dan kemajuan swasta, agar pejabat dan pegawai
saling menegakan wibawa dan integritas jabatannya dan tidak terbawa oleh godaan
dan kesempatan yang diberikan oleh wewenangnya.
3.
Menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan
dan pekerjaan. Kebijakan pejabat dan pegawai bukanlah bahwa mereka kaya dan
melimpah, akan tetapi mereka terhormat karena jasa pelayanannya kepada
masyarakat dan negara.
4.
Bahwa teladan dan pelaku pimpinan dan atasan lebih efektif dalam
memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan.
5.
menumbuhkan pemahaman dan kebudayaan politik yang terbuka untuk kontrol,
koreksi dan peringatan, sebab wewenang dan kekuasaan itu cenderung
disalahgunakan.
6.
Hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana menumbuhkan “sense of
belongingness” dikalangan pejabat dan pegawai, sehingga mereka merasa
peruasahaan tersebut adalah milik sendiri dan tidak perlu korupsi, dan selalu
berusaha berbuat yang terbaik.
b.
Represif.
1.
Perlu penayangan wajah koruptor di televisi.
2.
Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan pejabat.
D. CONTOH KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI
Terpidana suap Wisma Atlet Sea Games, Muhammad
Nazaruddin, ikut tersandung kasus dugaan korupsi proyek pengadaan simulator
Surat Izin Mengemudi (SIM) di Korps Lalu Lintas Polri.
Dia diketahui terlibat tender pengadaan yang
saat ini sedang disidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Berdasarkan dokumen yang
diperoleh wartawan KPK, tender proyek pengadaan itu diikuti oleh lima pemenang
tender. Dua perusahaan diduga milik Muhammad Nazaruddin, Yakni PT Digo Mitra
Slogan dan PT Kolam Intan Prima, ikut proyek senilai Rp196.867.952.000.
Tiga perusahaan lain, PT Citra Mandiri
Metalindo Abadi, PT Bentina Agung, dan PT Dasma Pertiwi. Proyek ini terbagi
menjadi dua, simulator untuk kendaraan roda dua dengan nilai kontrak
Rp54.453.000.000 dan simulator untuk roda 4 dengan nilai Rp142.414.952.000.
Keterlibatan perushaan Nazar itu diketahui
dari Berkas Acara Pemeriksaan mantan anak buah suami Neneng Sri Wahyuni itu,
Yulianis, di depan penyidik. Saat diperiksa sebagai saksi dalam kasus berbeda,
Yulianis menyebut Nazaruddin dan istrinya itu memiliki 38 perusahaan termasuk
PT Digo Mitra Slogan dan PT Kolam Intan Prima.
Inilah 38 perusahaan tersebut yang diduga
milik Nazaruddin:
- PT Permai Raya Wisata
- PT Mahkota Negara
- PT Anak Negeri
- PT Anugrah Nusantara
- PT Exartech Technology Utama
- PT Alfindo Nuratama Perkasa
- PT Cakrawala Abadi
- PT Nuralindo Bangun Perkasa
- PT Pacific Putra Metropolitan
- PT Marell Mandiri
- PT Citra Dua Permata
- PT Buana Ramosari Gemilang
- PT Nuri Utama Sanjaya
- PT Sean Hulbert Jaya
- PT Eksekutif Money Changer
- PT Digo Mitra Slogan
- PT Berkah Alam Berlimpah
- PT Darmakusumah
- PT Ananto Jempieter
- PT Putra Lakopo Perkasa
- PT Karya Sinar Felix
- PT Putra Utama Mandiri
- PT Darmo Sipon
- PT Bluewater Indonesia
- PT Hotlinetama Sarana
- PT Kolam Intan Prima
- PT Dulamayo Raya
- PT Panahatan
- PT City Investment
- PT Inti Karya Plasma Perkasa
- PT Taruna Bakti Persada
- PT Mega Niaga
- PT Calista Matra Medica
- PT Borisdo Jaya
- PT Nova Putri Jelita
- PT Daya Mery Persada
- Amphi IT
Dari pengakuan pelapor kasus simulator SIM,
Bambang Sukotjo, PT Digo Mitra Slogan diketahui telah memenangkan tender untuk
proyek simulator tahun 2010. Perusahaan yang berkantor di Ruko Duren Sawit
Center No. 8-S, Jalan Duren Sawit Raya Kelurahan Klender, Duren Sawit Kota
Jakarta Timur tersebut menangani 50 unit simulator tipe Isuzu Elf, 7 simulaor
tipe Hino Ranger dan 100 unit tipe Honda Tiger.
Sebelumnya Nazaruddin sempat mengatakan
dirinya tidak mau dikait-kaitkan dengan proyek simulator yang saat ini menjerat
Gubernur Akademi Kepolisian (Akpol) Irjen Pol Djoko Susilo sebagai tersangka
tersebut.
BAB III. KESIMPULAN
1.
Korupsi adalah penyalahgunaan wewenang yang ada pada pejabat atau
pegawai demi keuntungan pribadi, keluarga dan teman atau kelompoknya.
2.
Korupsi menghambat pembangunan, karena merugikan negara dan merusak
sendi-sendi kebersamaan dan menghianati cita-cita perjuangan bangsa.
3.
Cara penaggulangan korupsi adalah bersifat Preventif dan Represif.
Pencegahan(preventif) yang perlu dilakukan
adalah dengan menumbuhkan dan membangun etos kerja pejabat maupun pegawai
tentang pemisahan yang jelas antara miliknegara atau perusahaan dengan milik
pribadi, mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji), menumbuhkan
kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan,
teladan dan pelaku pimpinan atau atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan
pandangan, penilaian dan kebijakan, terbuka untuk kontrol, adanya kontrol
sosial dan sanksi sosial, menumbuhkan rasa “sense of belongingness” diantara
para pejabat dan pegawai.
Sedangkan tindakan yang bersifat Represif
adalah menegakan hukum yang berlaku pada koruptor dan penayangan wajah koruptor
di layar televisi dan herregistrasi (pencatatan ulang) kekayaan pejabat dan
pegawai.